DINAMIKA
KEPRIBADIAN
Alfred
Adler
Disusun
oleh :
Asthi
Nurfatwa
0305121034
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIFERSITAS
NASIONAL PASIM
BANDUNG
2015
Teori Kepribadian menurut Alfred Adler
Teori-teori psikoanalitik merupakan teori
kepribadian yang dilandaskan atas dasar biologis manusia. Salah satu tokoh yang
memandang kepribadian merupakan bentukan sosial adalah Alfred Adler, sehingga
Alfred Adler dianggap sebagai bapak psikologi sosial baru (Hall & Lindzey
1993:238).
Boeree (2005:147) menuliskan sejarah
singkatnya, bahwa Alfred Adler lahir di Wina pada tanggal tujuh Februari,
tahun 1870 sebagai anak ketiga dari seorang pengusaha Yahudi. Alfred
menerima ijazah dokter dari Universitas of Vienna pada tahun 1895. Selama
kuliah, dia sering bergabung dengan mahasiswa sosialis. Memulai karir sebagai
seorang opthamologis,
Adler
sendiri merupakan salah satu tokoh psikoanalisis, yang mengembangkan metodenya
sendiri. Adler berpendapat bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk
sosial. Motivasi pertama yang mendorong manusia adalah sosial. Manusia selalu
menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kerjasama sosial,
menempatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri. Sumbangan
teori keribadian Adler yaitu: Dorongan sosial adalah sesuatu yang di bawa sejak
lahir; konsep mengenai diri kreatif; dan keunikan tentang kepribadian. Adler
berpendapat bahwa setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif,
sifat-sifat, minat-minat dan nilai-nilai.
A. Finalisme
Fiktif
Adler terpengaruh filsafat hans
Vaihinger yang mengembangkan gagasan akan gamabaran fiktif. Gambaran-gambaran
fiktif ini misalnya: “semua manusia diciptakan sama”; “kejujuran adalah
politik yang paling baik”; “tujuan membenarkan sarana”, dan lain-lain.
B. Perjuangan
ke arah Superioritas
Adler
memberi kesimpulan bahwa agresif itu lebih penting dari pada seksualitas.
Kemudian impuls agresif itu diganti dengan “hasrat dan kekuasaan”. Karena itu
tujuan akhir manusia menurut Adler yaitu : Menjadi Agresif, menjadi berkuasa,
dan menjadi superior. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Ia
merupakan dorongan kuat ke atas. Perjuangan ini sifatnya bawaan, dan merupaka
bagian dari hidup. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu
membawa sang pribadi dari satu tahap perkembangan ke perkemabangan lainnya.
C. Inferoritas dan Kompensasi
Adler
mengemukakan bahwa yang menentukan letak gangguan tertentu adalah inferoritas dasar
pada bagian itu, suatu inferoritas yang timbul karena
hereditas maupun karena kelainan sesuatu dalam perkembangan. Selanjutnya ia
mengamati orang cacat sering kali mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan
memperkuat latihan secara intensif, misalnya Theodore Roosevelt
yang lemah pada masa mudanya, tetapi berkat latihan yang sistematik akhirnya
menjadi orang yang berfisik tegap.
Perasaan inferoritas merupakan
perasaan yang muncul akibat kekurangan psikologis atau sosial yang dirasakan
secara subjektif maupun yang muncul dari kelemahan atau cacat
tubuh. Adler menyatakan inferoritas dengan “feminitas”
dan kompensasinya disebut “protes maskulin”.
Adler
menyatakan bahwa inferiritas bukan suatu tanda abnormalitas; melainkan penyebab
segala bentuk penyempurnaan dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, manusia
di dorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferoritasnya dan ditarik
hasrat menjadi superior. Bagi Adler tujuan hidup adalah kesempurnaan bukan
kenikmatan.
D. Minat
Sosial
Minat
Sosial berupa individu membantu masyarakat mencapai tujuan terciptanya
masyarakat yang sempurna. Minat sosial merupakan kompensasi sejati dan tidak
dapat dielakan bagi semua kelemahan manusia. Adler yakin bahwa minat sosial
bersifat bawaan, karena itu ia menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik
bimbingan anak-anak, dan mendidik masyarakat tentang cara yang tepat dalam
mengasuh anak.
Manusia
didorong oleh nafsu akan kekuasaan dan didominasi yang tak terpuaskan oleh
nafsu kekuasaan untuk mengkompensasikan suatu perasaaan inferoritas yang
dalam dan tersembunyi. Di mata Adler tua, manusia dimotivasi oleh minat sosial
bawaan yang menyebabkan ia menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi.
E. Gaya
Hidup
Gaya hidup adalah suatu prinsip sistem, dengan
mana kepribadian individu berfungsi; keseluruhanlah yang memerintah
bagian-bagiannya. Gaya hidup merupakan prinsip idiografikAdler yang
utama yang menjelaskan keunikan individu. Gaya hidup terbentuk sangat dini pada
masa kanak-kanak, pada usia empat atau lima tahun.
Gaya
hidup sebagian besar ditentukan oleh inferoritas-inferoritas khusus,
baik itu khayalan atau sesuatu yang nyata. Misalnya gaya hidup Napolen yang
bersifat “serba menaklukan”. Itu bersumber pada tubuhnya yang sangat kecil.
Kemudian nafsu “serakah” Hitler untuk menaklukan dunia, bersumber pada
impotensi seksualnya.
F. Diri
Kreatif
Konsep ini merupakan puncak prestasi Adler
sebagai teorikus kepribadian. Ketika ia menemukan daya kreatif pada diri, maka
konsep yang lain ia tempatkan di bawah konsep ini. Diri kreatif bersifat padu,
konsisten, berdaulat dalam struktur kepribadian.
Kepribadian
merupakan jembatan stimlus-stimulus yang menerpa seseorang dan respon-respon
yang diberikan orang yang bersangkutan terhadap stimulus itu. Pada
hakikatnya doktrin tentang kreatif itu menyatakan bahwa manusia membentuk
kepribadiannya sendiri. Manusia membangun kepribadiannya dari bahan mentah
hereditas dan pengalaman.
G. Penelitian
Khas Dan Metode Penelitian
Observasi-observasi
empiris Adler sebagian besar dilakukan di lingkungnan terapeutik, dan paling
banyak berupa rekonstruksi tetang masa lampau sebagaimana diingat oleh
pasien-pasien, dan penilaian-penilaian atas tingkah laku sekarang berdasarkan
laporan verbal. Beberapa penelitian nya:
1.
Urutan kelahiran dan Kepribadian
Adler mengamati bahwa terdapat perbedaan
kepribadian antara anak sulung, anak
tengah dan anak bungsu. Anak sulung mendapat banyak perhatian sampai anak ke
dua lahir. Ia harus membagi kasih sayang saat anak ke dua lahir. Pengalaman ini
bisa membuat anak sulung bertingkah laku bermacam-macam, seperti: membenci
orang lain, melindungi diri, dan merasa tidak aman. Anak sulung cenderung
menaruh perhatian pada masa lampau ketika mereka menjadi pusat perhatian.
Orang neurotik, penjahat, pemabuk dan yang bermoral bejat diamati
Adler sebagai anak sulung. Anak tengah cenderung ambisius. Ia selalu berusaha
melebihi kakaknya. Ia cenderung memberontak atau iri hati, tetapi pada
umumnya ia dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik dibandingkan kakak atau
adiknya.
Anak
bungsu adalah anak yang dimanjakan. Sama seperti anak sulung, kemungkinan besar
menjadi anak yang mengandung masalah dan menjadi orang dewasa neurotik yang
tidak mampu menyesuaikan diri.
2.
Ingatan-ingatan Awal
Adler
berpendapat bahwa ingatan paling awal yang dapat dilaporkan seseorang merupakan
kunci penting untuk memhami gaya hidup dasarnya. Misalnya seorang gadis yang
mengatakan bahwa “ketika saya berusaia tiga tahun, ayah saya….”, hal ini
menujukan bahwa ia lebih tertarik dengan ayahnya daripada ibunya. Contoh lain
seorang pemuda yang dirawat karena menderita kecemasan berat, mengenang kembali
suatu peristiwa dimasa lampau dengan bercerita “ketika saya berusia kira-kira
empat tahun, saya duduk di jendela dan memperhatikan sejumlah pekerja membangun
sebuah rumah di sebrang jalan, sementara ibuku merajut kaos kaki”. Ingatan ini
menunjukan pemuda itu ketika kanak-kanak dimanjakan karena ingatannya berkisar
sekitar ibunya yang bersikap melindungi.
Adler
menggunakan metode ini terhadap kelompok-kelompok maupun perorangan dan
menemukan ternyata metode ini cukup mudah dan ekonomis untuk meneliti
keribadian. Ingatan awal kini digunakan sebagai teknik projektif.
3.
Pengalaman masa kanak-kanak
Adler
menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi gaya hidup yang salah yaitu: -
-
Anak-anak yang memilki inferoritas-inferoritas;
anak-anak yang dimanjakan; anak-anak terlantar.
-
Anak yang memilki inferoritas sering
kali dianggap gagal. Akan tetapi, jika mereka memiliki orang tua yang memahami
dan mendorong mereka bisa melakukan kompensasi terhadap inferoritasnya,
maka mereka akan mampu mengubah kelemahannya menjadi kekuatan.
-
Anak-anak yang dimanjakan tidak mengembangkan
perasaan sosial; mereka menjadi orang yang selalu mengharapkan masyarakat bisa
menyesuaikan diri dengan dirinya. Adler menganggap bahwa mereka sebagai
kelompok masyarakat yang berbahagia.
Kemudian, anak yang diabaikan akan membawa
akibat yang tidak menguntungkan. Anak yang diperlakukan buruk pada masa
kanak-kanak akan menjadi musuh apabila mereka sudah dewasa. Gaya hidup mereka
dikuasai oleh kebutuhan untuk balas dendam.